Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Presiden UEFA Akhirnya Akui Tak Fair, Inggris Telanjur ke Final Euro 2020 Bagaimana?

By Dwi Aryo Prihadi - Sabtu, 10 Juli 2021 | 09:54 WIB
Kapten Timnas Inggris Harry Kane dkk akan menghadapi Italia di final Euro 2020. Presiden UEFA Aleksander Ceferin akhirnya menyesal dan mengakui ajang kali ini tak fair dan sangat menguntungkan Inggris. (TWITTER.COM/EURO2020)

SUPERBALL.ID - Presiden UEFA Aleksander Ceferin akhirnya mengakui bahwa format Euro 2020 tidak adil, namun tim yang sangat diuntungkan sudah telanjur ke final.

Setelah hampir sebulan sejak laga pertama Euro 2020 digelar, kini dua tim telah memastikan tempat di laga puncak.

Italia dan Inggris akan bertarung untuk memperebutkan mahkota juara Euro 2020.

Laga sengit keduanya bakal berlangsung di Stadion Wembley, London, Inggris, Minggu malam waktu setempat atau Senin (12/7/2021) pukul 02.00 WIB.

Baca Juga: Gary Neville Yakin Inggris Bakal Cadangkan Pemain Ini di Final Euro 2020

Italia melaju ke babak final setelah menaklukkan Spanyol 4-2 melalui drama adu penalti di semifinal.

Sedangkan Inggris lolos berkat kemenangan 2-1 atas Denmark setelah melewati babak perpanjangan waktu.

Laga Italia versus Inggris tidak hanya dinantikan oleh para penggemar, tetapi juga Presiden UEFA Aleksander Ceferin.

Ceferin mengatakan bahwa kedua tim sama-sama layak berada di partai puncak karena mereka adalah dua tim terbaik.

"Ini final yang menarik," kata Ceferin, sebagaimana dikutip SuperBall.id dari BBC Sport.

"Inggris pernah bermain seperti yang pernah dilakukan Italia, dan Italia menyerang dengan gencar dan terbuka."

Baca Juga: Jelang Final Euro 2020, Southgate Merasa Timnas Inggris Dizalimi

"Saya menantikannya, banyak orang Italia tinggal di London dan itu akan menjadi atmosfer yang hebat di Euro."

"Ini akan menjadi cahaya di ujung terowongan bahwa kita akhirnya sampai pada akhir krisis kesehatan ini."

Sayangnya, format Euro 2020 dianggap tidak adil karena menguntungkan negara tertentu, terutama Inggris.

Berbeda dengan edisi sebelumnya, Euro edisi tahun ini digelar di 11 kota di 11 negara Eropa.

Adapun 11 kota tersebut adalah London, Glasgow, Amsterdam, Kopenhagen, St Petersburg, Seville, Muenchen, Baku, Roma, Bucharest, dan Budapest.

Baca Juga: Sindiran Kapten Italia Chiellini Kenapa Inggris sampai ke Final

Akibatnya ada perbedaan jarak tempuh yang dilalui oleh satu negara dengan negara lainnya.

Dua finalis, Inggris dan Italia, sama-sama memainkan tiga pertandingan grup mereka di kandang masing-masing.

Inggris, yang juga memainkan laga babak 16 besar dan semifinal di Wembley, hanya menempuh perjalanan sejauh 3.874 kilometer.

Itu sangat kontras dengan jarak perjalanan yang harus ditempuh Swiss, yang mencapai 15.485 kilometer.

Belgia, yang tersingkir di babak perempat final, melakukan perjalanan terjauh kedua dengan 10.245 kilometer.

Sedangkan jarak terpendek dilalui Skotlandia, yang gagal lolos dari fase grup, dengan hanya menempuh 1.108 kilometer.

Baca Juga: Italia Jumpa Inggris di Final Euro 2020, Roberto Mancini Ungkap Satu Masalah

Artinya, terdapat perbedaan jarak tempuh yang cukup mencolok antara Swiss dan Skotlandia, yakni 14.377 kilometer.

Bek Wales Chris Gunter bahkan menyebut format Euro 2020 bak lelucon setelah timnya dikalahkan Denmark di Amsterdam pada babak 16 besar usai menempuh jarak total 9.156 kilometer.

Ceferin pun akhirnya mengakui bahwa format Euro 2020 tidak fair (adil) meski terkesan terlambat karena Inggris telanjur ke final.

Ia pun mengaku format ini kemungkinan tidak akan diterapkan kembali untuk gelaran Euro edisi berikutnya.

"Saya tidak akan mendukungnya (format Euro 2020) lagi," tegas Ceferin.

"Di satu sisi, tidak bisa dibenarkan bahwa beberapa tim harus melakukan perjalanan lebih dari 10.000 kilometer, sementara yang lain hanya menempuh 1.000 kilometer."

Baca Juga: Jose Mourinho Memuji Bintang Manchester United yang Arogan di Euro 2020

"Ini tidak adil bagi penggemar, yang harus berada di Roma suatu hari dan Baku di hari berikutnya yang menempuh perjalanan 4 setengah jam."

"Kami harus banyak bepergian ke negara-negara dengan yurisdiksi berbeda, mata uang berbeda, negara Uni Eropa (UE) dan bukan UE, jadi itu tidak mudah," tambahnya.

Kendati demikian, Ceferin mengaku bahwa format tersebut telah diputuskan bahkan sebelum dirinya menjabat Presiden UEFA.

"Itu adalah format yang diputuskan sebelum saya datang (menjabat) dan saya menghormatinya."

"Ini adalah ide yang menarik, tetapi sulit untuk diterapkan dan saya tidak berpikir kami akan melakukannya lagi," ungkap Ceferin.

Tidak boleh terjadi lagi format turnamen yang sangat menguntungkan Inggris seperti di Euro 2020 ini.

Jika Inggris akhirnya menjadi juara Euro 2020, UEFA tetap mencatatnya sebagai bagian dari sejarah sepak bola Eropa, meski tidak fair.

Baca Juga: Inggris Melaju ke Final Euro 2020, Mourinho dan Ayah Kiper Denmark Kompak Salahkan Wasit

Namun, Ceferin juga mengatakan bahwa Euro 2020, yang pertama di masa jabatannya, adalah Euro paling "menarik".

"Ini Euro yang spesial pastinya, saya akan mengingatnya sebagai awal dari kehidupan normal dan kembalinya para penggemar."

"Saya belum pernah melihat Euro yang dramatis seperti ini, dengan pertandingan-pertandingan hebat dan hasil yang mengejutkan."

Menurut Ceferin, protokol kesehatan selama Euro 2020 dijalankan sangat ketat, semua orang dites.

Ceferin bahkan mengaku sudah dites Covid-19 sebanyak 76 kali.

Dia menyatakan semua yang terlibat telah divaksinasi.

"Di stadion, kami sangat ketat dan ketika saya melihat politisi mengatakan orang terinfeksi, tanpa bukti, saya sedikit kecewa," ucapnya.

Baca Juga: Southgate Buat Keputusan Tega terhadap Grealish, tapi Dianggap Tepat

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh BolaSport.com (@bolasportcom)

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P