Ma'ruf Amin bercerita, Indonesia dulunya sempat dijuluki Brasilnya Asia.
Pelatih Antun Pgacnik pada 1950-an membuat pondasi yang kuat untuk sepak bola Indonesia.
Pemain legendaris seperti Ramang, Bakir, Maulwi Saelan, Suryadi, Tan Lion Houw, Kwee Kiat Seek, Omo Suratmo sampai Hengky Timisela lahir dari kemampuannya melatih.
Hasilnya Indonesia mampu meraih peringkat keempat Asian Games 1954, perunggu Asian Games 1958, perempat final Olimpiade 1956, dan juara Merdeka Games 1961.
(Baca Juga: Fandi Ahmad Percaya dengan Skuat Mudanya untuk Hadapi Piala AFF 2018 dan Timnas Indonesia)
Dilanjutkan Era E.A Mangindaan yang juara King Cup 1968.
Wiel Corver menyempurnakan pondasi Pogacnik dengan kedisiplinannya.
Muncul pemain-pemain seperti Ronny Pattinasarany, Iswadi Idris, Soetjipto Soentoro, dan lainnya.
Bertje Matulapelwa memetik hasilnya dengan peringkat keempat Asian Games 1986, medali emas Sea Games 1987 dan juara Independence Cup 1987.
Terakhir Antony Polosin membawa Indonesia juara SEA Games 1991.
Sayangnya di Piala AFF, Indonesia seperti Belanda, spesialis runner up, juara tanpa mahkota.
Hanya lima kali runner-up 2000, 2002, 2004, 2010, dan 2016.
(Baca Juga: Hadiah Juara Piala AFF 2018 Meningkat dari Dua Tahun Lalu)
“Kita juga pernah tampil di Piala Dunia 1938 meski pakai bendera Hindia Belanda."
"Intinya, sepak bola Indonesia itu sangat potensial. SDM melimpah. Kita harus mengembalikan kejayaan."
"Ke depan harus hijrah menuju Indonesia maju yang berprestasi."
"Kini, waktunya kita berdoa untuk mendapatkan hasil terbaik di Piala AFF 2018,” doa Ma'ruf Amin.
Editor | : | Aidina Fitra |
Sumber | : | superball.id |
Komentar