SUPERBALL.ID - Kapten PSM Makassar, Willem Jan Pluim, mengaku sulit beradaptasi dengan situasi dan kondisi di Indonesia.
Dari kultur dan budaya yang dianut masyarakat Nusantara hingga hal-hal teknis dalam sepak bola.
Akan tetapi, Pluim masih berkeyakinan bahwa sepak bola Indonesia dapat lebih baik lagi ke depannya.
Menurutnya, saat ini Indonesia telah berada di jalur yang benar, tinggal bagaimana seluruh elemen dapat bersinergi dan mewujudkan cita-cita luhur tersebut.
Berikut hasil lengkap wawancara eksklusif tim SuperBall.id, BolaSport.com dan Kompas.com bersama Willem Jan Pluim di Hotel Sahid Rich, Yogyakarta, Kamis (7/3/2019):
Pada 2016 Anda meninggalkan Becamex Binh Duong dan bergabung dengan PSM Makassar. Apa alasan Anda memilih Indonesia, khususnya PSM Makassar?
PSM Makassar adalah klub pertama yang tertarik kepada saya. Mereka juga memiliki pelatih asal Belanda (Robert Rene Alberts, red).
Waktu di Vietnam saya mengalami masa yang sulit. Saya hanya ingin mendapatkan rasa aman ketika saya bermain untuk klub di Asia, dan di PSM, saya tahu akan mendapatkan pelatih yang seperti apa.
Jadi itulah alasan pertama saya memilih Indonesia.
Dengan segala keterbatasan yang ada, apa kesan pertama Anda terkait sepak bola Indonesia?
Itu adalah hal pertama yang tidak saya duga dan inginkan ketika datang ke Indonesia. Situasi ini tidak pernah saya alami sebelumnya.
Saya terbiasa di Eropa dengan fasilitas yang jauh lebih baik daripada di Indonesia. Sementara Makassar bukanlah yang terbaik dalam hal fasilitas di persepakbolaan Indonesia.
Jadi saya harus beradaptasi dan harus terbiasa dengan itu. Hingga pada akhirnya saat ini saya merasa normal dan tidak ada lagi masalah.
2016 adalah waktu di mana Indonesia baru saja terbebas dari pembekuan FIFA, lalu kenapa Anda tetap datang ke Indonesia?
Karena saya punya masalah dengan klub saya di Vietnam, di mana mereka tidak membayar gaji saya.
Baca Juga : Tujuh Tim Telah Tersingkir dari Piala Presiden 2019, Persib Bernasib Paling Buruk
Baca Juga : Tim yang Lolos ke Perempat Final dan Posisi Runner-up Terbaik Piala Presiden 2019
Baca Juga : Klasemen Grup B Piala Presiden 2019, Bhayangkara FC dan Bali United Berebut Tiket Langsung ke Perempat Final
Baca Juga : Piala Presiden 2019- Bali United Petik Kemenangan Tipis atas Semen Padang
Baca Juga : Nurhidayat Pergi dari TC Timnas U-23 Indonesia, Mengapa?
Mereka harus membayar tunggakan gaji itu, tetapi tak kunjung datang hingga saya melaporkannya pada FIFA.
Bagi saya, tidak masalah di mana saya harus bermain, tidak peduli apakah gaji saya lebih besar atau tidak.
Hal itu positif, karena artinya saya tidak harus berhubungan lagi dengan mereka (FIFA dan Becamex Binh Duong, red).
Tidak ada masalah bagi saya soal itu. Saat ini saya tidak tahu apakah hal ini bagus untuk disampaikan atau tidak, tetapi itulah alasannya.
Tanggapan Anda tentang sistem kompetisi di Indonesia mengingat jadwal yang terkadang tidak pasti, terlebih wilayah geografis yang luas sehingga harus melakoni perjalanan tandang yang jauh?
Bagi saya tidak ada masalah. Situasi ini adalah sebuah hal yang lumrah di Liga 1, meski Anda harus terbang untuk laga tandang, dan itu biasanya berlangsung buruk.
Maksudnya, Anda harus menyiapkan waktu paling tidak dua hari sebelum pertandingan.
Contohnya menuju Serui, yang saya tidak paham, kami harus bermain di sana setelah terbang amat jauh dengan kondisi ala kadarnya.
Apalagi, kami harus menggunakan pesawat dengan catatan hitam.
Bagi saya hal itu harusnya tidak dilakukan dalam sebuah liga. Mestinya hal itu tidak dipaksakan kepada semua kontestan liga untuk bermain di sana.
Dengan segala hormat untuk Serui, mereka punya kota yang bagus, dan mereka mendukung penuh klub mereka.
Namun, masalahnya bukan itu, karena menurut saya hal itu tidak baik. Kami menempuh perjalanan hampir 12 jam yang mana dalam waktu tempuh tersebut saya sudah bisa pulang ke rumah saya di Belanda.
Akan tetapi saya dengar musim ini (situasi, red) akan berubah dan saya pikir itu hal bagus serta tak akan lagi menimbulkan masalah.
Pertandingan tandang ke mana yang paling berkesan bagi Anda?
Bali, saya suka Bali. Di Makassar, saya seperti seorang artis lantaran saya berbadan tinggi dan berkulit putih. Di Makassar saya tidak bisa berjalan dengan normal di jalan-jalan kota.
Namun, jika saya berada di Bali, maka saya bisa berjalan layaknya orang normal bersama keluarga saya.
Sebab di sana tidak ada orang yang tiba-tiba datang untuk meminta foto. Di Bali saya seperti orang biasa dan di Makassar sedikit berbeda.
Bagaimana dengan Jayapura atau Serui?
Saya pikir Kota Jayapura biasa saja, perjalanannya pun biasa saja.
Kalau Serui bagi saya perjalannya kurang baik. Namun, di sana saya dapat melihat sisi lain dari dunia.
Di Serui saya melihat alam yang luar biasa dan saya pikir tidak banyak orang di dunia, dalam hal ini orang Eropa, bisa menceritakan apa yang saya lihat di sana.
Jadi itu adalah pengalaman yang luar biasa dan cukup sekali saja.
Ketika perjalanan ke Serui memakan waktu 12 jam, apakah itu memengaruhi performa tim?
Kami bermain di sana 2 kali. Saya tidak bisa bilang itu berpengaruh atau tidak, tetapi bagi saya, bagi tubuh saya, hal itu berat.
Saya bertambah tua dan postur tubuh saya tinggi. Sementara saat perjalanan ke sana saya harus duduk di bangku pesawat yang sangat sempit dan itu tidak baik untuk tubuh saya, tidak baik untuk persiapan saya.
Namun, itulah salah satu yang harus Anda hadapi di Indonesia dan beradaptasi dengan hal tersebut.
Pada dua musim terakhir, musim 2017 dan 2018, PSM nyaris juara. Sebagai pemain yang punya andil besar pada tim, bagaimana tanggapan Anda?
Saya pikir untuk menjadi juara Anda juga harus memiliki keberuntungan. Jika saya boleh berbicara, bagi saya, PSM tidak cukup stabil di pertandingan tandang.
Itulah salah satu hal yang penting bagi saya.
Di pertandingan kandang, kami memberikan segalanya, kami hampir menyapu bersih dengan kemenangan, sementara pada pertandingan tandang kami tidak cukup baik.
Terkadang kami kalah, kami kehilangan poin seperti dua musim lalu.
Sebagai contoh, pada babak pertama kami memimpin 3-0 atas Arema, akhirnya berakhir imbang 3-3 (pekan ke-22 Liga 1 2017, red). Kami juga sempat memimpin 2-0 saat menghadapi Persija, tetapi berakhir 2-2 (pekan ke-20 Liga 1 2017, red).
Kami kehilangan 4 poin pada dua laga tersebut. 4 poin inilah yang harusnya menjadikan PSM juara (pada akhir musim, PSM finis di posisi ketiga, terpaut tiga poin dari Bhayangkara FC yang saat itu keluar sebagai juara, red).
Itu merupakan hal kecil, tetapi inilah yang harus saya pastikan untuk tidak terjadi lagi.
Apa lagi yang bisa saya katakan? Hal itu sedikit-banyak berkaitan dengan keberuntungan dan mungkin kami tidak cukup baik soal itu.
Namun, kini pada musim yang baru, kesempatan yang baru, kami akan mengejarnya.
Di Belanda, kami percaya bahwa pada kesempatan ketiga, kami akan mendapatkan kesuksesan.
Anda pernah bermasalah dengan wasit ketika gol Anda ke gawang Persija pada menit terakhir dinilai handball, bagaimana pendapat Anda?
Saya hanya bisa bilang bahwa itu bukanlah handball. Saya pikir semua orang bisa melihatnya di teve.
Semua orang bisa berbuat kesalahan, tentu saja, tetapi Anda harus mengakui itu.
Di liga, Saya sudah pernah melihat kesalahan yang jauh lebih parah daripada yang saya alami.
Jadi, meski pertandingan itu penting karena merupakan momen yang dapat menentukan gelar juara, tetapi saya pernah melihat yang lebih parah.
Kita semua manusia yang pernah membuat kesalahan, kami pemain juga pernah membuat kesalahan.
2018 Persija akhirnya menjadi juara, kemudian timbul isu pengaturan skor. Sebagai pemain profesional, apakah hal tersebut memengaruhi Anda?
Anda mengatakan hal itu juga baru sebatas indikasi, maka saya juga tidak bisa menjawab soal itu. Hingga saat ini, Persija adalah sang juara. Bila pada akhirnya isu itu dapat dibuktikan, maka sesuatunya (soal gelar Persija, red) pasti akan berubah, dan itu pasti akan terjadi.
Namun, saya berharap hal itu tidak terjadi, karena sangat berdampak buruk untuk citra sepak bola Indonesia.
Jika negara seperti Indonesia, dengan banyaknya jumlah suporter bola yang dimiliki tim di Indonesia, dengan kenyataan bahwa banyak orang hidup dari dan untuk sepak bola, hal itu tentu sangat memalukan.
Jika hal itu benar terjadi, pasti saya akan melihat beritanya. Namun, saya berharap hal itu tidak pernan terjadi.
Saat ini, PSM memiliki pelatih baru Darije Kalezic, apa perbedaan Robert Rene Alberts dengan Darije?
Pertama-tama, secara karakter keduanya sangat baik. Saya tidak bisa banyak berkata-kata tentang kejelekannya, karena Darije Kalezic pelatih baru. Namun, keduanya sama-sama baik.
Coach Robert sangat baik di PSM dan kami juga bekerja dengan baik, dia pelatih yang sangat baik.
Dia bisa menangani kami dengan baik dan yang terpenting bisa menjaga kekompakan tim.
Sedangkan pelatih baru, tentu saja kami harus menunggu.
Namun, dia memiliki reputasi serta riwayat yang bagus. Kami semua tahu bahwa secara taktik, dia sangat kuat.
Saya berharap dan meyakini dia akan menjadi pelatih yang baik untuk PSM Makassar. Saya harap dia bisa membawa kami menjadi juara.
Tentang tempat latihan PSM Makassar di lapangan Yogyakarta International School, bagaimana tanggapan Anda?
Itu merupakan lapangan terbaik di Indonesia. Lapangan itu seharusnya dijadikan sebagai standar di semua lapangan yang ada di Indonesia.
Sangat menyedihkan bahwa kenyataannya lapangan untuk kami berlatih lebih baik dari lapangan untuk pertandingan kami di Piala Presiden 2019 (Stadion Moch. Soebroto, Magelang, red). Saya tidak tahu siapa yang memilihnya, tetapi hal itu sungguh memprihatinkan.
Jika Anda memiliki kesempatan untuk pindah dari PSM Makassar ke klub Indonesia lainnya, apakah Anda akan mengambil kesempatan itu?
Di setiap bursa transfer, banyak tawaran datang untuk saya (dari klub Liga 1, red). Sebenarnya banyak kesempatan untuk saya pindah. Namun, semua itu tidak pernah terjadi.
Saat ini saya masih memiliki kontrak tiga tahun lagi di PSM Makassar. Rencananya, saya ingin menyelesaikan kontrak kerja sama dengan PSM tersebut.
Meskipun tawaran itu datang dari Bali United?
Ya, tetap saja. Bagi saya Bali sangat bagus untuk liburan. Namun, tidak untuk tinggal dan sepak bola. Saya akan tetap di PSM, saya bahagia di sini.
Saat melawan Kalteng Putra, Anda merupakan salah satu pemain yang paling sering dilanggar. Bagaimana pendapat Anda?
Sejak awal-awal laga saya sudah merasakannya. Bahkan pelatih mendatangi saya pada akhir-akhir laga.
Itulah alasan saya ditarik keluar pada pertandingan itu. Alasannya sederhana, dia tidak ingin saya cedera.
Dia (Darije Kalezic, red) bertanya kepada saya, "Willy, apakah ini normal?" lalu saya jawab, "Dari banyak laga, hal ini normal."
Jadi saya pikir, semua tim memiliki taktik, mereka memutuskan tentang bagaimana cara mereka bermain, tetapi menurut saya, yang terpenting adalah wasit harus mempersiapkan diri lebih baik lagi.
Wasit harus tahu bahwa beberapa pemain adalah target dari permainan keras, wasit harus bisa menyadari itu.
Itulah mengapa saya kerap kali marah, saya emosi ketika saya ditendang dan tak terjadi pelanggaran.
Namun, yang sudah terjadi biarlah terjadi. Saya harus menerimanya, meski saya harus menahan sakit setiap pekan. Namun, untungnya saya selalu bisa sembuh dengan cepat.
Editor | : | Aidina Fitra |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar