Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
SUPERBALL.ID - Pebulu tangkis ganda putri Indonesia, Apriyani Rahayu, melewati perjuangan yang tak mudah hingga meraih emas Olimpiade Tokyo 2020.
Berpasangan dengan Greysia Polii, Apriyani sukses mencatat sejarah dengan meraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020.
Di partai final, Senin (2/8/2021), Greysia/Apriyani mengalahkan wakil Tiongkok Chen Qing Chen/Jia Yi Fan, 21-19, 21-15.
Di balik torehan manisnya meraih medali emas Olimpiade, Apriyani ternyata telah melewati perjuangan yang tak mudah.
Baca Juga: Banyak Eks Atlet Jual Medali Emas Olimpiade, Berapa Harganya?
Gadis kelahiran Konawe, Sulawesi Tenggara, 28 April 1998, itu telah menunjukkan minat di bulu tangkis sejak usia 3 tahun.
Agar bisa menekuni hobinya itu, Apriyani awalnya dibuatkan raket dari kayu dan kok dari jerami oleh sang ayah, Ameruddin.
"Jadi saat pertama mencoba olahraga ini, Ani (sapaan Apriyani) menggunakan raket yang saya buat dari kayu dengan dengan shuttlecock terbuat dari jerami," kata Ameruddin.
Ketika memasuki bangku sekolah dasar (SD), barulah Apriyani meminta untuk dibelikan raket asli.
Ameruddin menceritakan bahwa sang anak akan menangis apabila tidak diberi raket, dan ia pun menurutinya.
Baca Juga: Kenapa Greysia/Apriyani Ikut Gigit Medali Emas, Ini Peringatan Panitia Olimpiade Tokyo 2020
"Masalahnya kalau tidak dikasih raket, dia menangis," kata Ameruddin dikutip SuperBall.id dari Kompas.com.
Namun, karena keterbatasan ekonomi, Apriyani hanya diberi raket usang yang tali senarnya sudah putus.
Apriyani kemudian mulai berlatih bulutangkis di Gedung Sarana Kegiatan Bersama (SKB), Unaaha, Konawe.
Setiap berangkat dan pulang latihan, Ameruddin selalu mengantar dan menjemput sang anak.
Namun, ia hanya mengikuti dari belakang memakai motor, sementara Apriyani pergi dan pulang dengan berlari.
Padahal, menurut Ameruddin, gedung tersebut berjarak sembilan kilometer dari rumahnya.
Baca Juga: Olimpiade Tokyo 2020 - Nurul Akmal Tutup Aksi Tim Indonesia di Peringkat Lima
"Jadi dia lari dari rumah ke SKB, saya naik motor. Begitu juga kalau habis latihan, pulang dari SKB ke rumah begitu setiap sorenya, karena dia mau latihan sendiri," jelas Ameruddin.
Apriyani mulai ikut turnamen bulu tangkis tingkat kecamatan pada 2005, lalu tampil di ajang bulu tangkis junior tingkat Kabupaten Konawe setahun kemudian.
Bakat Apriyani kemudian mulai terlihat ketika ia menjadi juara 2 Pekan Olahraga Daerah (Porda) di Raha, Kabupaten Muna, pada 2007 saat masih duduk di kelas enam SD.
Apriyani terus berlatih hingga akhirnya ia selalu tampil bagus di pertandingan lever junior di tingkat provinsi.
Apriyani kemudian bergabung dengan klub PB Pelita Bakrie binaan legenda bulu tangkis Tanah Air, Icuk Sugiarto, di kawasan Kosambi, Jakarta Barat, pada 3 September 2011.
Baca Juga: Jadi yang Terbaik! Deretan Atlet Peraih Medali Emas Olimpiade Cabor Bulu Tangkis
Ia sejatinya nyaris ditolak, namun akhirnya diterima berkat usaha pegawai kantor perwakilan Konawe, Akib Ras.
Icuk Sugiarto kemudian memberi Apriyani waktu tiga bulan untuk memperlihatkan kemampuannya, dan harus keluar andai dianggap gagal.
Kesempatan pertamanya datang pada ajang Sirnas Djarum 2012 di Banjarmasin, namun Apriyani langsung kandas di babak pertama.
Kegagalan tersebut membuat sang pelatih, Toto Sunarto, mengalihkan Apriyani untuk bermain di nomor ganda, dan terbukti tepat.
Di nomor ganda, Apriyani langsung melejit dengan meraih berbagai prestasi nasional dan internasional.
Baca Juga: Olimpiade Tokyo 2020 - Petik Pengalaman dari Tokyo, NOC Indonesia Pelajari Sistem Olahraga Dunia
Apriyani kemudian mendapat kesempatan mewakili Indonesia di ajang Kejuaraan Dunia Junior 2014 di Alor Setar, Malaysia.
Berpasangan dengan Rosyita Eka, Apriyani berhasil melaju hingga babak final sebelum kalah dari pasangan Tiongkok.
Ketika kariernya makin menanjak, Apriyani harus kehilangan sang ibu pada November 2015 saat ia tengah mengikuti Kejuaraan Dunia Junior di Peru.
Pada tahun 2017, Apriyani mendatangi pelatih Eng Hian untuk berlatih di Pelatihan Nasional (Pelatnas) Cipayung, Jakarta.
Menurut Eng Hian, Apriyani saat itu hanya bermodalkan sebuah raket dan mengantongi uang 200 ribu rupiah.
Baca Juga: Olimpiade Tokyo 2020 - Sejarah Megah Greysia/Apriyani Terukir di Tokyo
"Cuma Apri yang datang ke saya waktu masuk pelatnas, dia datang dengan cuma punya raket dan uang Rp 200.000 di tangan."
"Dia bilang dia mau jadi juara, terserah Koh Didi mau kasih program apa, saya siap," ungkap Eng Hian.
Pebulu tangkis dengan tinggi 163 cm itu kemudian naik ke level senior pada 2017 untuk dipasangkan dengan Greysia Polii.
Berusia 10 tahun lebih muda dari Greysia, Apriyani mampu membangkitkan semangat Greysia yang sempat ingin pensiun.
Baca Juga: Klasemen Medali Olimpiade Tokyo 2020 - Indonesia Melesat, Jadi yang Terbaik di Asia Tenggara
Penampilan pertama Apriyani dengan Greysia adalah pada kejuaraan Sudirman Cup 2017.
Gelar pertamanya adalah BWF Grand Prix Gold di Thailand Open 2017 dan disusul dengan French Open Super Series 2017.
Setelah itu, sejumlah prestasi diraih oleh pasangan Apriyani dan Greysia, termasuk medali perunggu Asian Games 2018 dan tentu saja medali emas Olimpiade Tokyo 2020.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Apriyani Rahayu: Cuma Modal Raket dan Uang Rp 200.000 Saat Pelatnas hingga Raih Emas Olimpiade"