Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
SUPERBALL.ID - Philippe Troussier sebut masyarakat dan media Vietnam tak memiliki pemahaman soal sepak bola kolekif, cuma ingin lihat pemain idola selalu tampil bagus.
Pernyataan itu dilontarkan Philippe Troussier dalam wawancara ekslusif dengan media asal Jepang, Bunshun, pasca gelaran Piala Asia 2023.
Philippe Troussier benar-benar jadi bulanan masyarakat dan media Vietnam pasca mengalami kegagalan besar di Piala Asia 2023.
Troussier coba membela diri, menampik apa saja yang dilontarkan dan disematkan publik serta media Vietnam kepadanya.
Bagi Troussier, Vietnam asuhannya tidak 100 persen gagal di Piala Asia 2023 jika melihat dari kacamata permainan bukan hanya hasil.
Termasuk ketika menghadapi Jepang, tujuan Troussier di laga itu memang bukan mencari kemenangan tetapi meredam kekuatan lawan dengan permainan kolektif.
Dan hasilnya pun berhasil membuahkan dua gol, bahkan sempat unggul 2-1 meski pada akhirnya harus menelan kekalahan dengan skor akhir 2-4.
Secara tersirat, Troussier menyebut dirinya sebagai pelatih dengan gaya bermain kolektif tidak mengandalkan satu individu melainkan pemainan tim seperti Erik ten Hag di Man United.
Skema itu diterapkan demi menahan gaya bermain Hajime Moriyasu yang cenderung mengandalkan tekanan, seperti halnya Juergen Klopp di Liverpool.
Baca Juga: Media Vietnam Yakin 100 Persen Troussier Dipecat Jika Kalah dari Timnas Indonesia
Sayangnya pemahaman seperti ini tidak dimiliki masyarakat hingga media Vietnam yang secara terus-terusan menekannya hingga memaksa untuk mundur.
"Saat ini tidak banyak pelatih yang benar-benar bisa membangun gaya kolektif untuk tim," ucap Troussier seperti dikutip dari Soha.vn.
"Pep Guardiola adalah salah satu dari sedikit pelatih yang bisa melakukan itu. Begitu pula dengan De Zerbi dari Brighton."
"Beberapa pelatih lainnya seperti Inzaghi dari Inter, Postecoglou dari Tottenham, atau Erik ten Hag Manchester United juga punya gaya serupa."
Baca Juga: 6 Kata Philippe Troussier yang Bikin Geger Vietnam Jelang Duel Lawan Timnas Indonesia
"Yang lain lebih menekankan aspek psikologis dari pelatihan."
"Juergen Klopp di Liverpool, seperti Moriyasu, adalah tipe pelatih yang lebih menghargai aspek individu daripada tim," imbuhnya.
Masyarakat dan media Vietnam hanya ingin melihat pemain bintang mereka selalu bersinar dan tampil apik, tanpa melihat kemajuan permainan kolektif tim.
Publik Vietnam dinilai tidak memahami itu sehingga langsung melontarkan kritik brutal secara terus-terusan kepadanya.
"Bahkan di Vietnam, masalah permainan kolektif belum sepenuhnya dipahami," ujar Philippe Troussier.
"Di Vietnam, masyarakat percaya bahwa perubahan dapat dicapai melalui upaya individu."
"Ketika sebuah tim kalah dalam suatu pertandingan, semua orang langsung mengkritik mengapa individu tersebut bermain buruk dan individu tersebut tidak bermain bagus."
"Tentu saja, media dan fans bukan bagian dari tim, jadi reaksi mereka tidak terlalu sulit untuk dipahami."
"Di dalam dan di luar tim adalah dua dunia yang sangat berbeda. Oleh karena itu, sangat sulit bagi tim media untuk memahami semangat dan disiplin kolektif tim."
"Kenyataannya adalah sangat sulit bagi media untuk melihat tim dari sudut pandang kolektif."
"Yang diinginkan publik selalu penampilan individu, pemain yang berdiri di atas tim. Ini adalah perbedaan besar dalam perspektif."
"Ditambah dengan semakin besarnya pengaruh media sosial, tugas pelatih menjadi semakin sulit," imbuhnya.