Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
SUPERBALL.ID - Sepak bola Malaysia belum lama ini dibuat heboh dengan beredarnya surat yang menyudutkan Asosiasi Sepak Bola Malaysia (FAM).
Surat tersebut menuduh FAM melakukan berbagai kesalahan terkait isu kepemimpinan dan manajemen.
Empat isu utama yang mengemuka adalah penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Sekjen FAM, gaji dan tunjangan staf, isu yang melibatkan skuad Harimau Malaya, dan proyek Pusdiklat Nasional.
Surat tersebut menyatakan bahwa Presiden FAM Hamidin Mohd Amin menerima gaji bulanan sebesar RM90.000 (Rp 300 juta).
Baca Juga: Malaysia dan Vietnam Diterpa Kabar Buruk Jelang Bentrok di Piala Asia U-23 2024
Jumlah tersebut belum termasuk tunjangan dari Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) dan FIFA.
Tak ayal, isu tersebut membuat marah para penggemar sepak bola Malaysia.
Terlebih FAM gagal meningkatkan standar Liga Malaysia dan tim nasional, yang saat ini berada di peringkat 138 dunia.
Perkembangan terkini yang melibatkan FAM sontak menarik perhatian sejumlah tokoh sepak bola Malaysia.
Salah satunya adalah dosen senior ilmu olahraga di Universiti Teknologi Mara, Sadek Mustaffa.
Sadek mengatakan kinerja Hamidin sebagai presiden FAM kurang memuaskan sejak menjabat pada 2018.
Menurutnya, Hamidin kini hanya mempunyai dua pilihan yaitu mundur atau memperbaiki sepak bola Malaysia.
Apabila merasa belum mampu memperbaiki ekosistem sepak bola Malaysia, maka ia harus mengundurkan diri.
"Hamidin harus bertanggung jawab dan mundur jika merasa mengecewakan suporter dan masyarakat karena gajinya yang menggiurkan."
“Dia hanya boleh bertahan jika dia benar-benar merasa bisa mengubah lanskap sepak bola Malaysia dan meningkatkan peringkat tim nasional."
“Sepak bola Malaysia terus dilanda masalah gaji yang belum dibayarkan."
"Musim 2024-2025 belum dimulai, dan kita sudah menyaksikan masalah yang sama terulang kembali."
Baca Juga: Buntut Kecerobohan Lini Pertahanan, Timnas U-23 Malaysia 3 Kali Dihukum Lawan di Laga Uji Coba
“Biasanya, para CEO suatu perusahaan mendapat gaji sebesar itu. Namun, mereka mendatangkan pemasukan bagi perusahaannya."
"Sementara FAM tetap meminta pendanaan dari pemerintah. Semua masalah ini memalukan."
"Saya masih ingat menghadiri konferensi olahraga di Australia beberapa tahun yang lalu di mana sepak bola Malaysia digunakan sebagai contoh yang tidak boleh ditiru."
"Situasinya tidak banyak membaik sejak saat itu," kata Sadek, dikutip SuperBall.id dari Nst.com.my.
Sadek mendesak Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Kantor Komisaris Olahraga (SCO) untuk mempertimbangkan topik remunerasi bagi presiden asosiasi olahraga nasional.
Ia yakin bahwa pemberian imbalan yang terlalu besar, baik dalam bentuk gaji, tunjangan, atau tunjangan lainnya, dapat memicu budaya tidak sehat di dalam asosiasi.
“Tidak ada asosiasi atau lembaga swadaya masyarakat lain yang membayar presidennya sebesar itu,” kata Sadek.
“Saya percaya ini menjadi preseden dan menjadi peringatan bagi Kementerian Olahraga dan SCO untuk mempertimbangkan mengubah Undang-Undang (Pembangunan) Olahraga."
“Jika itu menguntungkan, tidak ada yang mau menjadi CEO. Lebih baik menjadi presiden sebuah asosiasi saja."
“Kalau dibiarkan terus, asosiasi lain juga akan menerapkan hal serupa."
“Presiden akan berusaha mempertahankan posisi mereka sampai mereka meninggal. Ini tidak sehat bagi olahraga Malaysia."
"Saya yakin tidak apa-apa bagi sekretaris jenderal asosiasi untuk menerima gaji karena mereka bertugas menjalankan asosiasi sehari-hari, namun posisi presiden lebih bersifat sukarela," tambahnya.