Ruang ganti pemain selalu luput dari pantauan, khususnya di sepak bola Indonesia. Tidak ada yang tahu apa saja yang terjadi di sana.
Penulis: Ferry Tri Adi
Menurut penelusuran BOLA, bahkan pendekatan yang dilakukan antara pelatih asing dan lokal berbeda di Indonesia.
Charis Yulianto, mantan pemain timnas 2004-2007, menyebut bahwa sebetulnya kondisi ruang ganti tergantung pelatihnya sendiri.
Charis berujar bahwa tidak ada perbedaan signifikan dari cara memotivasi antara pelatih asing dan lokal ketika ia masih berbaju timnas.
“Begitu juga soal pemahaman strategi dan taktik. Waktu masih menjadi pemain, memang saya tidak mengalami adanya pelatih yang diintervensi, baik lokal maupun asing."
"Sementara pada era saya, yang namanya pemain bintang juga menaruh respek terhadap pelatih,” kata Charis.
(Baca Juga: Wawancara Bima Sakti: Saya Bersedia Jadi Pelatih Timnas Senior)
Pelatih Borneo U-19 itu menggarisbawahi kalau pemain lebih melihat kualitas melatih dan disiplin.
Dua hal itu menjadi kunci jika ingin ruang ganti tetap harmonis.
"Selama saya menjadi pemain timnas, saya hormat kepada semua pelatih yang menangani Merah-Putih."
"Saya pribadi lebih melihat soal kualitas kepelatihan. Biasanya memang pelatih asing lebih disiplin. Mereka lebih tegas."
"Memang ada beberapa pemain yang punya pikiran untuk tidak respek kepada pelatih," katanya.
"Selama pelatih adil dalam pemilihan pemain, respek akan datang dengan sendirinya. Peraturan berlaku untuk semuanya, tanpa terkecuali."
"Pelatih tegas pasti menuai respek. Biasanya mungkin, pemain yang selalu dicadangkan punya kecenderungan mengumpat alias tidak menaruh respek kepada pelatih,” ujar Charis.
Ketegasan juga menjadi hal yang ditekankan Zulkifli Syukur.
Pemain yang sempat membela timnas pada 2010-2014 itu lebih nyaman dengan pelatih asing. Selain ketegasan, Zulkifli menggarisbawahi soal keadilan.
“Saya jujur lebih suka pelatih asing. Mereka lebih disiplin dan tegas dalam menerapkan aturan. Mereka juga adil dalam pemilihan pemain. Semua pemain dilihat dari performa bukan nama besar,” ujar Zulkifli.
Bek kanan 34 tahun itu juga menyebut pelatih lokal kerap kali diintervensi manajemen dan kurang adil dalam memilih pemain.
“Kebiasaan pelatih lokal itu mudah diintervensi. Misal saja dalam susunan starting eleven. Seharusnya itu hanya area pelatih. Namun, masih saja saya temui kalau pelatih kudu mendapat persetujuan dari manajemen dalam menyusun pemain starter," katanya.
"Publik tidak tahu kalau sering kali pelatih dan manajemen tak sejalan. Padahal, pemilihan pemain sepenuhnya wewenang pelatih. Mereka juga tahu kalau sorotan mengarah ke pelatih soal baik atau buruknya tim. Namun, kenapa mereka masih saja diintervensi?” kata Zulkifli.
Tak cuma itu, Zulkifli menilai kalau pelatih asing lebih bertanggung jawab.
“Pelatih asing tanggung jawab akan performa tim. Karena mereka tidak diintervensi, mereka pasang badan. Mereka tidak ingin pemainnya dikritik. Mereka mampu menjaga tim tetap harmonis meski menjadi incaran banyak orang. Pelatih asing juga tidak tebang pilih," ucap Zulkifli lagi.
(Baca Juga: Saat Indonesia Masih Menunggu Luis Milla, Laos Pakai Pelatih Singapura di Piala AFF 2018)
"Misal saja, mentang-mentang pemain bintang, bisa seenaknya saja latihan. Kalau pelatih asing pasti sudah dicoret yang seperti itu. Pelatih asing selalu melihat dari performa latihan. Mereka tidak peduli pemain bintang, senior, atau junior. Kalau bagus mereka bilang bagus, kalau jelek dibilang jelek,” tutur Zulkifli.
*Tulisan ini dimuat di Tabloid BOLA edisi 2911, terbit Selasa (9/10/2018).
Editor | : | Aidina Fitra |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar