SUPERBALL.ID - Persaingan sepak bola antara Indonesia dan negara-negara lain ASEAN kian ketat, terutama dalam peningkatan kemampuan pemain muda.
Rival terdekat Indonesia dalam persaingan sepak bola kawasan itu selama ini adalah Malaysia.
Meski tak mau ketinggalan dalam naturalisasi pemain asing, Malaysia juga gencar memasarkan pemain mudanya ke Eropa dan beberapa negara Asia.
Dalam urusan jumlah pemain naturalisasi, Malaysia memang masih kalah jauh dari Indonesia.
Bagaimana dengan urusan peningkatan pemain muda lokal?
Baca Juga: Coba Imbangi Shin Tae-yong dan Timnas U-19 Indonesia, Ini Program Philippe Troussier di Vietnam
Di Malaysia sekarang ini makin disadari betapa penting dan urgennya mengirimkan pemain muda ke klub Eropa.
Kesadaran itu dipertegas dengan lebih rinci dalam pemilihan usia yang tepat untuk dididik ke Eropa.
Agen sepak bola kenamaan Malaysia, Effendi Jagan Abdullah, berpendapat, remaja berusia antara 16 dan 18 tahun lebih mudah dipasarkan ke Eropa daripada pemain berumur di atas 20 tahun.
Tak ingin meremehkan kemampuan pemain Malaysia, Effendi membocorkan info bahwa sebagian besar klub Eropa tak berminat merekrut pemain asal negerinya itu karena berbagai kendala, seperti kualitas dan kesulitan adaptasi atau menyesuaikan diri.
Effendi adalah pemilik sekaligus Managing Director Action Football Asia Sdn Bhd, perusahaan yang fokus berurusan dengan luar negeri dalam urusan pemain, pelatih, dan aktivitas olahraga internasional.
Baca Juga: Fakta Cedera ACL Striker Timnas U-19 Indonesia Jack Brown dan Comeback Keren Pemain Kelas Dunia
“Menurut saya, sulit bagi pemain berusia 20 tahun ke atas untuk beradaptasi dan menarik minat klub-klub di Eropa dibandingkan dengan mereka yang berusia di bawah 18 tahun," ujar Effendi, sebagaimana dikutip SuperBall.id dari Utusan.com.my, Rabu (23/12/2020).
“Pemain muda bisa memulai karier mereka dengan bermain bersama tim junior di sana sebelum diserap ke tim utama."
Effendi mengungkapkan, saat memulai dengan skuat junior, pemain muda akan lebih memahami sistem dan pola permainan tim.
"Skenario sepak bola klub-klub besar di dunia, mereka sendiri mencari pemain yang diinginkan karena memiliki pencari bakat di seluruh dunia."
Effendi tak setuju dengan cara klubnya di Malaysia yang mengirimkan pemain langsung ke skuat utama di Eropa, karena pasti membuat pemain sulit diturunkan atau mendapat kepercayaan dari operator tim di sana.
Pandangan Effendi itu seolah juga menyindir Indonesia, karena memiliki kesamaan dalam mengirimkan pemain muda ke tim senior atau utama di Eropa.
Sebutlah paling tidak sejak Egy Maulana Vikri ke Lechia Gdansk, Witan Sulaemen ke Radnik Surdulica, dan Brylian Aldama ke Rijeka.
Satu lagi, Bagus Kahfi, sempat digembar-gemborkan ke FC Utrecht, tapi kemudian diperjelas akan ke Jong Utrecht, tim kelas dua.
Baca Juga: Media Vietnam Nilai Gebrakan Shin Tae-yong untuk Hentikan Dominasi Tim Naga Emas 2021
Terbukti, Egy dan Witan teramat minim dimainkan di klub mereka itu, karena kalah bersaing dengan pemain setempat atau yang lebih berpengalaman.
Effendi lalu menyebut beberapa pemain nasionalnya yang bertandang ke Eropa, tapi tak bertahan lama dan harus kembali ke liga lokal.
Sejumlah pemain nasional Malaysia yang pernah "dipaksakan" ke Eropa adalah Akmal Rizal Ahmad Rakhli (Strasbourg), Juzaili Samion (Strasbourg), Fadzli Shaari (SV Wehen), Rudie Ramli (SV Wehen) dan lain sebagainya.
Mereka termasuk di antara pemain Negeri Jiran yang gagal di Eropa, karena tak bisa bertahan lama.
Nasib serupa dialami Safawi Rasid, yang dikirim Johor Darul Ta'zim ke Portimonense, klub liga utama Portugal, dengan status pinjaman satu musim dalam usia 23 tahun.
Namun, berhubung tak pernah dimainkan di Portimonense hingga 3 bulan, padahal terkenal sebagai pemain andalan Timnas Malaysia, maka Safawi kembali ke klub asalnya.
Satu lagi pemain muda Malaysia yang dipaksakan ke klub senior Eropa adalah Luqman Hakim Shamsudin dalam usia 18 tahun.
Luqman bergabung dengan KV Kortrijk (Courtrai) di Liga Belgia sejak 6 Agustus 2020.
Baca Juga: Manchester United Memulai Pembicaraan untuk Merekrut Gelandang Baru Lagi
Dia cuma satu kali tampil selama 16 menit melawan Anderlecht tanggal 23 Oktober 2020.
Penampilan itu dicurigai hanya untuk menyenangkan hati Luqman dan rakyat Malaysia, apalagi Kortrijk dimiliki pengusaha asal negeri sendiri, Vincent Tan.
Setelah itu, Luqman menghilang tanpa kabar dan tak pernah lagi tampil di Kortrijk.
"Dalam kasus Safawi Rasid (Portimonense), dia tak mendapatkan periode bermain yang layak dengan status sebagai pemain bintang di negara kami," kata Effendi.
Effendi senang dengan kehadiran Akademi Mokhtar Dahari (AMD) di Malaysia, yang berdiri tahun 2014 dan mulai gencar 2018.
AMD merupakan proyek terbaik Malaysia untuk mempromosikan pemain muda ke klub-klub Eropa atau tim-tim terbaik Asia.
“AMD adalah salah satu langkah bagus bagi kami untuk mempromosikan pemain muda ke Eropa atau Asia, karena mereka sudah dilatih secara sistematis,” jelas Effendi.
Bagaimana dengan Indonesia saat ini, adakah proyek seperti AMD itu?
Sementara itu, mantan pelatih Timnas U-19 Indonesia Fakhri Husaini sangat berharap lebih banyak lagi pemain muda negerinya yang bermain di klub Eropa.
"Berapa banyak anak-anak Indonesia yang akan menyusul Bagus Kahfi dan Brylian, tergantung pada seberapa bagus PSSI mengelola kompetisi untuk pemain usia mudanya," tutur Fakhri melalui akun Instagram-nya.
Editor | : | Taufik Batubara |
Sumber | : | Transfermarkt.com, Utusan.com.my |
Komentar