SUPERBALL.ID - Pelatih Kevin Cordon, Muamar Qadafi, mengungkap perbedaan ketika dirinya melatih bulu tangkis di benua Amerika dan Indonesia.
Kevin Cordon mencuri perhatian pecinta bulu tangkis setelah penampilan yang mengejutkan di Olimpiade Tokyo 2020.
Tak diunggulkan, pebulu tangkis tunggal putra asal Guatemala itu sukses menembus babak semifinal.
Namun, perjalanannya harus terhenti setelah kalah dari pebulu tangkis Denmark Viktor Axelsen.
Baca Juga: Lee Chong Wei Yakin Penerusnya Kalahkan Anthony Ginting dan Raih Medali di Olimpiade Paris 2024
Ia kemudian kembali takluk dari andalan Indonesia Anthony Sinisuka Ginting di babak perebutan medali perunggu.
Akan tetapi, sebagai pemain non-unggulan, tembus hingga semifinal tentu adalah prestasi tersendiri bagi Cordon.
Tak ayal, ia mendapatkan sambutan luar biasa hingga diarak keliling kota begitu tiba di negara asalnya.
Di balik kesuksesan Cordon di Olimpiade Tokyo 2020, ada andil besar pelatih asal Indonesia, Muamar Qadafi.
Qadafi merupakan mantan pebulu tangkis klub bulutangkis PB Djarum di tahun 1994 hingga pertengahan tahun 2000.
Baca Juga: Lawan Greysia/Apriyani di Final Olimpiade Tokyo 2020 Mendapat Protes Keras
Setelah kariernya sebagai pemain selesai, ia menjadi asisten teknis untuk tim lokal di Indonesia pada tahun 2000.
Qadafi kemudian melakukan lompatan besar dengan melatih tim bulu tangkis Peru yang dimulai pada tahun 2005.
Berselang empat tahun kemudian, Qadafi menerima tawaran melatih tim bulu tangkis Guatemala.
Kemudian di tahun 2017 Qadafi bekerjasama dengan Jose Maria Solis untuk melatih Cordon hingga tampil di Olimpiade Tokyo 2020.
Diakui Qadafi, banyak sekali perbedaan antara melatih di benua Amerika dengan melatih di Indonesia.
Baca Juga: Habis Olimpiade Tokyo 2020, Tim Bulu Tangkis Indonesia Akan Hadapi Dua Turnamen Besar
Menurut Qadafi, perbedaan yang pertama adalah intensitas latihan atlet bulu tangkis di Amerika relatif lebih sedikit.
Perbedaan tersebut tak lepas dari fakta bahwa bulu tangkis bukan olahraga yang populer di benua tersebut.
"Banyak sekali perbedaannya, yang pertama bulu tangkis bukan olahraga yang populer dan bisa menjamin masa depan atlet."
"Jadi bulu tangkis masih menjadi olahraga untuk mengisi waktu luang atau untuk sekedar hobi, bukan profesi."
"Oleh karena itu, kadang mereka (atlet) hanya latihan dua sampai tiga kali dalam seminggu karena harus sekolah."
Baca Juga: Greysia/Apriyani Punya Hak Istimewa sebagai Peraih Medali Emas Olimpiade Tokyo 2020
"Bahkan saya dan pelatih lain tidak memiliki waktu libur karena harus melatih mereka yang tidak berlatih di hari biasa."
"Kita harus beradaptasi dengan jam kuliah, sekolah, dan kerja mereka," kata Qadafi dikutip SuperBall.id dari Youtube PB Djarum.
Perbedaan lainnya adalah kebanyakan pebulu tangkis bermain rangkap di dua hingga tiga nomor sekaligus.
Salah satu yang menjadi alasan banyaknya pemain yang bermain rangkap adalah untuk menghemat biaya bertanding.
"Satu pemain ini bermain tiga nomor, artinya satu pemain bisa bermain ganda, tunggal, dan campuran," ungkap Qadafi.
Baca Juga: Jangan Pensiun Dulu, Greysia Polii!
"Alasannya karena mereka tidak yakin dengan kualitas sendiri dan juga harus mengeluarkan banyak biaya di pertandingan."
"Jadi mereka tidak ingin biaya itu hanya diselesaikan di satu pertandingan saja, jadi kalau kalah masih ada nomor lain," tambahnya.
Perbedaan selanjutnya adalah terkait kurang peralatan latihan seperti raket untuk digunakan oleh pebulu tangkis.
"Selain itu, susah mencari peralatan untuk latihan seperti raket, jadi harus membeli di Amerika Serikat dan harganya lumayan mahal."
"Jadi itu beberapa budaya yang membedakan bulu tangkis di benua Amerika dan benua Asia," lanjut Qadafi.
Baca Juga: Capai Target di Olimpiade Tokyo 2020, Tim Bulu Tangkis Indonesia Simpan Masalah Serius
Lihat postingan ini di Instagram
Editor | : | Imadudin Adam |
Sumber | : | YouTube, PB Djarum |
Komentar