Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Superball.ID - Pemberian vaksin merupakan salah satu upaya yang dinilai paling efektif untuk mengatasi pandemi Covid-19 yang masih terus berlangsung. Oleh karena itu, , pemerintah terus mendistribusikan vaksin ke seluruh penjuru Tanah Air sebagai upaya pemerataan dan percepatan vaksinasi.
Agar vaksinasi dapat dijangkau masyarakat di pelosok daerah, diperlukan dukungan dan kerja sama seluruh pihak. Pasalnya, proses distribusi vaksin ke setiap daerah di Indonesia memiliki tantangan tersendiri.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Sulawesi Barat (Sulbar) Mustari Mula mengatakan, kondisi geografis yang beragam menjadi salah satu tantangan pelaksanaan vaksinasi.
Hal itu ia sampaikan dalam dialog virtual bertema “Perjuangan Vaksinasi di Pedalaman Indonesia” yang diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Rabu (24/11/2021). Ia melanjutkan, terdapat beberapa wilayah di Sulbar yang cukup terisolasi, bahkan sulit dijangkau dengan kendaraan roda dua.
“(Meski sulit dijangkau), saya sangat bersyukur banyak pihak yang membantu. Seluruh pihak bahu-membahu, mulai dari Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (Polri), tenaga kesehatan (nakes), dan seluruh lapisan masyarakat,” ujar Mustari dalam keterangan tertulis, Kamis (25/11/2021).
Baca Juga: Cegah Lonjakan Kasus Covid-19 saat Libur Nataru, Partisipasi Masyarakat Diperlukan
Kondisi geografis tersebut, lanjutnya, juga menjadi tantangan dalam upaya menjaga kualitas vaksin. Karenanya, pemerintah telah menentukan dan mengalkukasi waktu serta jarak tempuh sehingga vaksin tiba di daerah dalam kondisi baik.
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu. Daftarkan email “Stok vaksin juga terpenuhi,” imbuhnya.
Ia menyebutkan, capaian vaksinasi di Tanah Air telah mencapai 56 persen. Capaian tersebut tak lepas dari kesadaran masyarakat akan pentingnya vaksinasi.
Mustari mengisahkan, masyarakat pada awalnya cenderung menghindari vaksinasi. Bahkan, ada yang menolak tenaga vaksinator karena belum mendapatkan informasi terkait vaksinasi secara komprehensif.
“Setelah teredukasi dengan baik, masyarakat justru lebih proaktif untuk divaksin,” jelasnya.
Seperti halnya di Sulbar, kondisi geografis juga menjadi tantangan tersendiri di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur (Jatim).
Baca Juga: Hoaks Marak di Tengah Pandemi, Ini 5 Tips agar Tidak Terkecoh
Wakil Kepala Kepolisian Resort Pacitan Komandan Polisi (Kompol) Sunardi mengatakan, 85 persen kawasan Pacitan terdiri dari pegunungan dan perbukitan.
Karenanya, untuk mempermudah mobilitas masyarakat, khususnya kelompok lanjut usia (lansia) dan difabel, pihaknya gencar melakukan vaksinasi secara door-to-door.
“Masyarakat senang dengan kemudahan yang kami berikan. Selain vaksinasi, petugas juga membagikan bantuan sosial (bansos) berupa peralatan, seperti kursi roda yang bermanfaat bagi kaum difabel,” terang Sunardi.
Ia menambahkan, cuaca ekstrem juga menjadi salah satu kendala vaksinasi di Pacitan. Adapun upaya penguatan komunikasi dan edukasi dilakukan dengan membentuk grup WhatsApp dari tingkat RT ke RW.
Upaya ini mendapat respons positif dari masyarakat sehingga cakupan vaksinasi di Pacitan cukup tinggi. “Vaksinasi di Kabupaten Pacitan mencapai 72,61 persen. Vaksinasi bagi lansia yang baru (dosis pertama) mencapai 52 persen,” papar. Sunardi.
Meski tidak memiliki tantangan geografis seperti di pedalaman, vaksinasi di perkotaan seperti Jakarta dan sekitarnya juga memiliki kendala tersendiri, selain karena terlalu banyaknya informasi.
Baca Juga: Kasus Covid-19 Melandai, Ketua IDI Ajak Masyarakat agar Taat Prokes dan Deteksi Diri
“Berdasarkan studi, keengganan masyarakat untuk vaksinasi adalah persoalan teknis,” ungkap Ketua Yayasan Sinergi Vaksinasi Merdeka, Devi Rahmawati.
Persoalan teknis dimaksud adalah kendala akses, transportasi, waktu, juga biaya menuju sentra vaksinasi. Untuk menjawab permasalahan tersebut, ujar Devi, pihaknya bekerja sama dengan banyak unsur, melakukan vaksinasi kolosal di 900 titik di DKI Jakarta dan wilayah-wilayah peyangganya, sehingga diharapkan dapat mengakses semua warga.
Devi memaparkan, vaksinasi juga mengambil tempat yang dekat dengan masyarakat untuk mempermudah pendekatan sosial dan mengetahui kendala yang dihadapi warga setempat. Tak hanya itu, waktu pelaksanaan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di daerah tersebut.
“Membujuk masyarakat menjadi lebih mudah karena tahu persis kendala yang dihadapi,” kata Devi.
Program Vaksinasi Merdeka ini telah terlaksana 3 kali dengan melibatkan ribuan orang relawan. Dalam pelaksanaannya, Devi menyatakan pentingnya 3 unsur, yakni kerelawanan, kedermawanan, dan kepemimpinan.
Baca Juga: Fitur Aplikasi PeduliLindungi Bakal Ditambah, Ini Sejumlah Fungsi yang Akan Dimiliki
Ia meyakini, selama 3 unsur tersebut tercipta, maka program serupa Vaksinasi Merdeka dapat diadopsi di seluruh tempat di Indonesia.
“Pandemi membuat kearifan sosial gotong royong betul-betul terlihat, bagaimana warga dari berbagai latar belakang siap membantu,” ujarnya. Selain itu, ia menambahkan, saat ini yang sangat diperlukan adalah aksi dari kolabor-aksi.
“Jadi selain kerja sama, aksi juga paling penting,” tandasnya.
Selain kondisi geografis dan transportasi, Ketua Persatuan Perawat Nasional (PPNI) Harif Fadhillah mengutarakan adanya tantangan lain yang sering dihadapi kegiatan vaksinasi di daerah terpencil.
Kendala tersebut adalah kurangnya pemahaman masyarakat. Karena itu, perawat yang memberikan pelayanan kesehatan ke daerah harus memiliki kreativitas dan kemampuan untuk memberikan pendekatan dan pengertian lebih spesifik, dengan bahasa yang dapat diterima warga setempat.
“Kita harus punya kreativitas untuk membuat media-media sederhana (misalnya gambar) yang dapat dipahami mereka,” tutur Harif.
Ia menyatakan, pembekalan informasi dan pengetahuan bagi perawat yang bertugas selalu dilakukan melalui berbagai cara. Seperti pembekalan virtual yang diberikan bagi perawat seluruh Indonesia juga pelatihan dan orientasi di masing-masing daerah. Sedangkan tentang vaksinasi COVID-19, menurut Harif, sejatinya pemberian vaksinasi adalah pekerjaan yang sudah sering dilakukan tenaga kesehatan.
“Hanya ada aspek-aspek yang harus diperhatikan, seperti KIPI, harus diinformasikan kepada nakes,” katanya.
Harif meparkan, tantangan utama vaksinasi adalah bagaimana masyarakat dapat memahami dengan baik. Edukasi, dikatakannya, bukan sekadar memberi informasi, namun bagaimana informasi tersebut juga harus dapat dipahami dan diikuti oleh masyarakat. Untuk itu, maka diperlukan sinergi, kolaborasi, juga kolabor-aksi antar semua komponen.