Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Pertama, aparat keamanan disebut tidak pernah mendapatkan pembekalan atau penataran tentang pelarangan penggunaan gas air mata dalam pertandingan yang sesuai dengan aturan FIFA.
Kedua, tidak adanya sinkronisasi antara regulasi keamanan FIFA (FIFA Stadium Safety and Security Regulations) dan peraturan Kapolri dalam penanganan pertandingan sepak bola.
Ketiga, tidak terselenggaranya TFG (Tactical Floor Game) dari semua unsur aparat keamanan (Brimob, Dalmas, Kodim, Yon Zipur-5).
Keempat, aparat keamanan tidak mempedomani tahapan-tahapan sesuai dengan Pasal 5 Perkapolri No.1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Isi pasal yang dimaksud adalah tahap 1 pencegahan, tahap 2 Perintah Lisan, tahap 3 kendali tangan kosong lunak, tahap 4 kendali tangan kosong keras, tahap 5 kendali senjata tumpul, senjata kimia/gas air mata, semprotan cabe, dan tahap 6 terkait penggunaan senjata api.
Selain aparat keamanan, TGIPF juga menyoroti lima pihak lain yang memiliki peran dalam proses terjadinya tragedi Kanjuruhan.
Kelima pihak yang dimaksud ialah PSSI, PT Liga Indonesia Baru (LIB), panitia pelaksana (panpel), security officer (SO), dan suporter.
Sejauh ini, Polri diketahui telah menetapkan enam orang sebagai tersangka terkait tragedi Kanjuruhan.
Keenamnya adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema FC AH, Security Officer SS, Kabag Operasi Polres Malang WSS, Danki III Brimob Polda Jawa Timur H, dan Kasat Samapta Polres Malang BSA.
Para tersangka dijerat Pasal 359 dan 360 KUHP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Kematian dan Pasal 103 Juncto Pasal 52 UU RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kesimpulan TGIPF: Aparat Keamanan Tembakkan Gas Air Mata secara Membabi Buta"
Baca Juga: PSSI Mengaku Tidak Bertanggung Jawab atas Tragedi Kanjuruhan di Hadapan TGIPF